Mulut hanya masin, karena kami mengunyah garam pasir, agar darah tetap
berdesir mengalir, berhulu muara jantung, menghilir ke syaraf yang ujung.
Jantung kami, sudah berkali-kali tiba-tiba berhenti, terhimpit marah sendiri,
kami mendadak mati, dan dipaksa hidup lagi: tetap ada di rumahsakit ini.
*
Kalian suka mengirim datang ke sini, wanita bermahkota di luar kepala,
dadanya membawa pisau-pisau, nanti pisau itu menikami tubuh kami,
menugalkan luka-lubang-tanam tempat tumbuh subur marah yang lain.
*
Tubuhku cincangan timun, dirajang marah kami sendiri, direndam dalam
cairan cuka, air mahamasam: air dari luka-luka di tubuh kami itu sendiri.
Kami tidak sakit. Kami disakitkan. Kalian suka melihat kami menderita? Label: cerpen
Responses
0 Respones to "Manusia Pasien"
Posting Komentar