: Asep Sambodja
KITA dipertemukan oleh sepasang senyum:
senyum di wajahmu dan senyum di mataku.
Mataku mudah tertular senyum, apalagi jika
senyum itu seramah senyum wajahmu, senyum
yang kau kembangkan itu: senyum sore-sore,
sesenyum cahaya Taman Ismail Marzuki
"Aku sedang berlatih teater," katamu - aku
tak menduga - itu jawabmu atas tanyaku
"Kenapa engkau tersenyum, Kawan?"
*
KITA dipertemankan oleh sebait senyum,
senyum yang mengekal di sebuah buku puisi
Engkau penilik yang cermat, aku murid yang
bersemangat, mengumpulkan pekerjaan rumah:
beberapa bait puisi yang kutulis dengan senyum
sepanjang malam itu.
Tahukah engkau? Aku sempat ingin mencontek
pada Nanang Suryadi dan T.S. Pinang, teman
dudukku sebangku di bangku khayal dan panjang ini,
tapi senyummu dengan lembut menjewer telingaku.
"Jangan berakting di depanku, Hasan, aku ini
sutradara dan pelatih di teater mahasiswa," katamu.
*
KEMATIAN itu? Ha ha ha, bisa-bisanya dia
mengira bahwa dia bisa memisah kau dan aku
Sakitmu bukan lakon sederhana. Engkau bilang,
"sebentar lagi aku akan naik ke panggung yang
sebenarnya! Aku sedang berlatih menyembunyikan
pedih di balik senyum yang semanis-manisnya!"
Aku pasti akan datang bersama Medy Loekito,
Anggoro Saronto, Tulus Wijanarko, Iwang Kurniawan,
Randu Rini, Saut Situmorang, dan Cecil Mariani, kami
menonton pentasmu : Monolog Senyum yang Sederhana.
Label: cerpen
Responses
0 Respones to "Monolog Senyum yang Sederhana"
Posting Komentar