Hangat mata matahari dia peluk seakan tembuni
Dia menyusu dari pori keringat dan kulit susu
*
Bila demam merayapi, ibu lekas melapainya dengan
serendam pucuk lembut lalambai, daun rajabangun
*
Pada usia lima, itu pertama kali dia berkelahi
Bukan karena berani, tapi karena terlalu sedikit
yang dia punya: wayang katak dan kura-kura biru
Dan itu harus dia pertahankan dengan kepalan
dua tangan, dan dengan genggaman dua nyali
*
Pada usia enam, dia belajar menunggang sepeda
Dengan rantai dan roda memperpanjang dua kaki
*
Karena tembuninya matahari, dia lahir sebagai
bayi petani: selamanya menjadi jaga putik labu,
menjadi gembala bagi ternak kambing dan lembu
*
Di takungan tangannya pernah menetas sebutir
telur ayam hutan, setelah eraman tak tuntas
induk yang mati dibunuh musang, di hari ke-21.
*
Umpama umpan daging kelomang, dia sentak
terkail sembilang. Begitulah mulut laut menjadi
guru, mengajarkan ilmu menghalau hulu-bimbang.
*
Dia punya luka yang hingga kini masih tak sembuh
Luka tak terkeringkan oleh serbuk satin penisilin
Luka yang menandai bilakah mana dia mulai mengaji
Luka yang bertambah setiap hari, karena mata duri
jeruju cemburu di ruas jalan kasar ke sekolah dasar
*
Karena mencintai rumah, dia amat gemar berkemah,
Membangun tenda dari karung semen dan turus kopi
Dan tidur di situ setelah mengatur karikatur mimpi
*
Dia sudah bisa berenang, diajari oleh gelombang
Ketika pertama kali harus memakai celana panjang
Bukan untuk sekadar menutup, dua lutut telanjang
*
Dia sudah tahu waktu, saat Ayah memberi jam tangan
Ada jam besar di Masjid desa, beralarm suara azan.
*
Hujan tak menggigilkan dia, hujan adalah
kawan bermain, dia menunggu datang musimnya.
Petir tak menggentarkan dia, petir adalah
retak langit bagi ulur tangan yang akan
menjemput dia ke negeri yang menunggu dia.
*
Ketika memasukkan kaki ke jins pertamanya, dia
seperti memasuki lorong tambang, atau seperti
menaiki sebuah tangga besi, ke sebuah kapal api.
Dia menggali mineralnya sendiri, yang tak ada
dalam tabel berkala, dia memikul dari kolong dengan
bahu yang mulai mengeras tulang. Dia memulai
pelayarannya sendiri. Yang jauh, berbadai gamang.
*
Pada hari dia terbang sendiri, di pesawat yang
harga tiketnya dia tabung dari upah menggambar, dia
amat percaya bawa sayap tidak tumbuh di punggung,
tapi itu telah lama ada, membentang di dalam kepala.
*
Senja dia pengaku dosa-dosa yang paling kotor
Malam dia penyair meragi jawab tak pernah ada
Fajar dia pengemis pemalu yang enggan meminta
Siang dia pewarta yang meragu pada peristiwa
*
Dia cuma pekebun sukun, bukan tuan sehutan jati
Dia cuma penanam dan penjaga kelapa sehalaman,
bukan pemilik luas lahan sawit berhektar ribuan
*
Dia imam sembahyang, berjamaah saf bayang-bayang. Label: cerpen
Responses
0 Respones to "Biografiti"
Posting Komentar