Bung!
apa yang sesungguhnya sedang terlintas dalam pikiranmu
apa yang sesungguhnya sedang kau pendam dalam hatimu
apa pula yang sesungguhnya sedang kau rencanakan terhadap negeri ini
sementara itu sekian banyak mata-mata, mulut-mulut, telinga-telinga beserta kepala-kepalanya
semakin
semakin
dari beribu-ribu semakin diantara kemungkinan dan ketidakmungkinan
telah tidak memiliki hati lagi
Bung!
pembiaran-pembiaran yang kau biarkan melintas di depan matamu semakin mempertegas tentang ketidakmampuanmu menahkodai bangsa ini.
padahal dengan kapasitasmu sebagai seorang kepala pemerintahan bukan sebagai ketua paguyuban arisan tingkat erte. seharusnya kau bisa melakukan apa saja untuk menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang beradab.
tapi,
apa yang telah kau lakukan?
jawabnya tidak ada!
jika ada, tetap tidak berarti apa-apa
Bung!
apa yang sesungguhnya kau pertahankan dan sedang kau pertaruhkan?
kau tidak sedang berdagang
kau tidak sedang berjudi disebuah meja rolet
kau juga tidak sedang bekerja sebagai kepala pegadaian
lantas,
kenapa kau melakukan jual beli dalam berbagai kesempatanmu?
kenapa kau diberbagai penampilanmu seakan-akan kau sebagai seorang bandar togel?
kenapa pula kau melakukan tugasmu sebagaimana seorang tengkulak?
Bung!
saya tidak perlu lagi basa-basimu yang semakin basi itu
saya juga sangat tidak memerlukan lagi berbagai retorika yang bercabang-cabang darimu
saya pun sangat tidak ingin melihatmu lagi berdiri di mimbar itu
karena kau tidak sedang menjadi imam saya
saya pun tidak sedang menjadi jama’ahmu dalam sebuah pengajian
sekali saya katakan tidak tetap tidak!
tidak bagimu
tidak pula bagi orang-orang yang merapat dan menetek di bawah ketiakmu
Bung!
bagi saya kau adalah seorang yang lalai
pun, kesembronoan dalam kepemimpinanmu adalah simbol ketidakbecusanmu
mata saya
hati saya
mengatakan kebenaran
yang tegak
yang utuh
tidak hanya sekadar nilai yang tak bermakna
Bung!
saya tidak sedang berbasa-basi
sayapun tidak sedang berandai-andai
saya sedang menggunakan hak-hak mutlak saya sebagai warga negara
karena,
saya sangat yakin dengan tegaknya sebuah kebenaran
yang hakiki
yang absolut
yang terikat kokoh dalam perjanjian kemanusiaan di jiwa saya
yang bersemayam bersama Maharaja di hati saya
Bung!
negeri ini semakin tidak berada ditempatnya
walau dianggap bahwa negeri ini telah enampuluh enam tahun ada
ya, ada! karena ada seremonial tahunannnya
ada pada lomba panjat batang pinang
ada pada lomba makan krupuk, lari karung, makan kelereng dan mainin balon-balon
sungguh,
saya tidak sedang merasa bahwa negeri ini ada
karena di negeri ini kebiadaban dipelihara dalam sebuah rumah kaca
saya juga tidak merasa bahwa negeri ini ada pemimpinnya
jika ada,
saya harus katakan bahwa pemimpinnya yang ada itu tidak punya nyali meng-Indonesia-kan Indonesia
Bung,
“saya lebih suka negeri ini bubar!”
daripada saya melihatmu terus menerus berdiri disitu
yang menumpuk bangkai-bangkai di istana menara gadingmu
yang kau kumpulkan untuk kau ajak bersenggama dikebiadaban-kebiadaban ala bangsa barbar
yang kau jadikan sumber kekuatan dalam memupuk dan menegakkan kekuasaanmu
yang kau jadikan tameng-tameng guna mempertahankan kekuasaanmu yang semakin majal
tidak dan tak lebih dari itu!
- Bung, Saya Lebih Suka Negeri Ini Bubar!
- Arrie Boediman La Ede
Responses
0 Respones to "MENGKRITISI KETIDAK BISAAN PENGELOLAAN"
Posting Komentar