KENAPA gurindamku harus kujejali nasihat?
Kenapa juga harus kubebani dengan amanat?
Bolehkah kutulis pertanyaan-pertanyaan saja?
Kau, aku, tak harus upayakan perjawabannya?
Bukankah tanya, tak lebih buruk dari jawab?
Bukanlah tanya, membuka palang pemikiran?
Kita memang harus banyak bertanya, bukan?
Bukankah berpikir selalu dimulai dengan tanya?
Siapa berkata, kita jadi bodoh karena tanya?
Siapa tak percaya: tanya membuka minda kita?
Sajak yang baik, bukankah ia sajak yang tanya?
Sajak yang baik, tak memaksa jawab sendiri?
Label: cerpen
Responses
0 Respones to "Gurindam Pertanyaan, Sekian Belas (1)"
Posting Komentar