Foto oleh Ed Zoelverdi |
DARI milis Jurnalisme saya mendengar kabar Ed Zoelverdi sakit. Beliau dikabarkan terbaring di rumahnya, tak mau makan dan mengigau. Saya teringat kenangan kecil bersama jurnalis foto handal yang pernah dihasilkan oleh Majalah Tempo itu.
Saya bertemu dengan sosok berjulukan akrab Mat Kodak itu di Batam, seingat saya itu tahun 2007 atau 2008. Beliau ikut acara PWI pusat yg lagi punya hajatan nasional di Batam. Rombongan singgah di kantor Batam Pos.
Dari banyak tokoh saya paling 'naksir' mengobrol dengan Pak Ed. Beliau menggenggam satu kamera, dan menenteng kaleng Coca-Cola, yang ternyata kamera juga. Ini kamera rahasia yang katanya bisa berhasil diseludupkan jika masuk ke kawasan yang dilarang memotret. Ah, dasar fotografer lihai.
"Kapan buku Mat Kodak dicetak ulang, Pak? Saya kehilangan buku itu..." Kata saya membuka percakapan. Saya lihat wajah beliau berbinar.
"Kapan kamu baca buku itu?"
Saya bercerita ringkas. Saya kenal buku itu saat SMA, ketika saya mulai jadi reporter anak bawang di Manuntung (sekarang Kaltim Post). Redpel saya saat itu Rizal Effendi (sekarang walikota Balaikpapan) adalah juga koreponden Tempo di Kaltim, yg menyuruh saya membaca buku bersubjudul "Melihat untuk Sejuta Mata" itu. Saya diam-diam memfotokopi buku itu, mau beli susah sekali, dan buku itu tak ada di toko-toko buku di Balikpapan. Kalau pun ada kala itu saya belum cukup uang.
Saya suka dengan satu cerita di buku itu tentangg fotografer (saya lupa namanya) yg mencopot cerutu dari mulut Churchil, sebelum dijepret. Jadilah potret Churchil yang memble, geram, seperti kalah perang, yang amat terkenal itu.
Pak Ed, lalu bercerita rencana menerbitkan ulang buku itu dan beberapa buku lain. Saya janji akan beli bukunya, jika kelak terbit.
Pak Ed lalu memotret saya. Ia suruh saya duduk di meja kerja saya. Ia juga meminta orang lain memotret kami berdua. Ia sedikit mengoreksi cara saya memegang kamera. Ia minta e-mail. Beberapa waktu kemudian saya terima foto yang amat saya suka. Di foto itu, saya duduk di meja kerja, dan foto yg sama muncul di layar PC di depan saya. Di monitor laptop saya muncul foto kami berdua. Satu bingkai besar di dinding kantor yg sebenarnya adlah poster basket berubah pula jadi gambar Graha Pena, kantor kami. Inilah hasil jepretan Pak Ed dan utak-atik digital dia.
Terima kasih, Pak Ed, semoga lekas kembali sehat, dan yang terbaiklah yang menghampiri Anda.[]
Label: puisi
Responses
0 Respones to "Dijepret Pak Ed"
Posting Komentar