[cerpen] Distrik tanpa Nomor



Distrik Tanpa Nomor

Di salah satu sudut wilayah Meksiko yang paling gelap dan kejam terdapat sebuah distrik yang tidak pernah ada dalam peta resmi Negara Meksiko. Bagi orang awam distrik itu hanyalah sebuah mitos, hanya omong kosong seperti cerita-cerita alien. Walaupun demikian distrik itu keberadannya diyakini benar-benar ada. Distrik itu dikelilingi bukit-bukit gersang dan untuk mencapainya harus melewati padang pasir yang penu tipu muslihat. Tapi jangan terkejut bila kita mulai menjejaki langkah di distrik itu. Tempat itu sangat - sangat gemerlap, setiap malam adalah pesta, begitu kata orang-orang yang sudah sering mengunjungi Distrik ini. Entah darimana mereka mendapatkan listrik dan fasilitas-fasilitas yang begitu lengkap yang tidak bisa ditemui di semua tempat paling mewah di Mexico.
Berbagai tempat hiburan berseberan di distrik tanpa nomor. Mulai dari bar dengan penari telangjang, pertunjukan lawak atau music, namun hanya music opera dan klasik yang diterima di sini. Dari berbagai tempat hiburan itu Humoris Causa adalah bar yang paling popular. Bukan saja karena mereka memiliki hiburan yang lebih bagus dari tempat lainnya, tapi karena bar itu selalu menyelenggarakan acara-acara baru yang tidak akan pernah membuat bosan pengunjungnya.merekaakan menyajikan pertandingan duel brutal yang selalu digilai penonton.
Penghuni tempat ini sangat heterogen. Di balik topeng-topeng gemerlap mereka tersembunyi kepribadian yang beragam. Pengedar narkoba, perampok, pelacur dan pelaku criminal lainnya bukanlah yang mendominasi tempat ini. Tidak sedikit politikus dan pengusaha kaya yang mencari kesenangan di tempat ini. Bahkan polisi dan pendeta ingin mencoba godaan menjadi pendosa di distrik ini.
la vida es un baile de máscaras1, begitu kata-kata yang akan banyak dijumpai di distrik ini. Tidak heran semboyan itu begitu popler di sini karena semua orang di distrik tanpa nomor harus menyamar. Itulah satu-satu syarat tidak resmi saat memasuki distrik ini. Bukan untuk mengekang, tapi karena penghuni distrik ini kebanyakan adalah pendatang yang mencoba untuk mencari pelarían dari rutinitasnya yang membosankan yang tidak ingin keberadaannya diketahui orang lain. Mereka akan mengenakan kostum-kostum meriah atau bahkan kostum setan yang biasa dipakai dalam festival orang mati. Tidak perlu repot-repot membawa kostum dari rumah karena di toko Samara dijual beribu jenis kostum dan berbagai ukuran.
Tidak banyak aturan di distrik ini, yang penting ada uang ada barang, tapi jangan salah sangka dan menganggap tempat ini sangat materialistis.
Malam itu di Humoris Causa, seseorang sedang minum sendirian di pojok bar. Dia tidak berusaha mendekati wanita-wanita yang berseliweran di hadapannya. Penampilannya aneh, tapi sangat wajar di tempat ini karena semua orang mengenakan kostum yang tidak normal. Dia memakai topi lebar dengan jas coklat panjang yang kumuh. Tangan dan wajahnya dipenuhi oleh perban yang membuatnya terlihat konyol seperti mumi yang tersesat sampai ke Mexico. Seorang dengan topeng badut duduk di sampingnya. Dia sudah terlihat mabuk berat dan tubuhnya terhuyung-huyung seperti hendak jatuh. Bau menyengat aroma parfum murahan yang didapatnya dari pelacur-pelacur yang digodanya terpancar dari badut itu. Dia menoleh ke Si Mumi.
“Hei, bung bagaimana malammu?” tanya Si Badut.
Si Mumi tidak menjawab. Dia tetap saja meneguk birnya.
“Bung, aku mencoba untuk ramah,” Si Badut lalu memesan bir, “tapi aku juga tidak menyalahkanmu. Banyak dari kita pergi ke sini datang dengan membawa keputusasaan atau kekecewaan. Tapi di sini adalah tempat untuk melupakannya. Kau harus membebaskan dirimu bung.”
Si Mumi masih saja tidak menanggapinya.
“Atau jangan-jangan kau adalah Sub Marcos2 yang mencoba sembunyi di sini haha.” Si Badut tertawa, “ya ampun, suasana hatimu benar-benar buruk sepertinya. Aku punya cerita yang luar biasa. Barangkali kau akan terhibur setelah mendengarnya. Jujur saja, aku adalah anggota Kartel Ramos yang hebat itu. Bos kami ini sangat hebat, tidak heran banyak musuh kami yang mengincar nyawanya dan mereka yang mencoba untuk melawannya justru menemui ajalnya sendiri. Tidak terhitung musuh yang sudah Bos basmi, tapi ada satu orang yang cukup menarik. Dia adalah dokter, entah bagaimana caranya dia berhasil menjadi dokter pribadi Bosku. Tentu saja Bosku tidak mudah ditipu. Sebelum dokter busuk itu mendapat kesempatan untuk menyeran, Bosku sudah terlebih dulu menjebaknya.”
Si Badut berhenti sejenak untuk minum. Dia heran pada lawan bicaranya yang tetap saja tidak mempedulikannya, tapi sepertinya Si Mumi cukup menaruh minat pada ceritanya, itu terbukti dari reaksinya pada cerita Si Badut di bagian-bagian tertentu.
“Bosku bukan pengecut, setelah Bosku secara mendadak datang ke ruang penghianat itu. Di ruang itu hanya ada Bosku, Antonio—tangan kanan Bosku yang kesetiaannya tidak diragukan dan penghianat itu sendiri. Bukannya segera menembakkan senjatanya ke kepala bedebah itu, Bos justu meminta dokter sialan itu mengambil ginjalnya. Saat dokter bodoh itu bertanya untuk apa dia meminta itu, Bos bilang kalau dia ingin mendonorkan ginjalnya. Dokter itu terkejut, ini jelas-jelas sebuah kesempatan emas. Walau ada Antonio, dokter itu bisa saja kan dengan mudah mengusirnya untuk keperluan operasi. Dan di saat yang tepat dokter itu bisa dengan mudah membunuh bosku dan melarikan diri. Tapi dasar dokter idiot yang pengecut, dia justru sangat terkejut dan kehilangan ketegangannya. Bosku segera sadar bahwa kecurigaannya itu ternyata benar. Dokter itu terpojok dan sudah pasrah. Bosku mengunci dokter itu di ruangan itu dan membakar tempat itu. Selanjutnya mudah ditebak, penghianat yang bodoh itu jadi panggangan yang gosong hahaha.”
Si Mumi kini menatap Si Badut dengan tajam. Si Badut tawanya semakin menggila, sampai dia jatuh dari kursinya. Ketika tawanya mulai reda dia mulai bicara lagi, namun kali ini Si Badut lebih serius dari sebelumnya
“Kau mau tahu kata-kata terakhir Bosku pada dokter itu?”
“Ya aku ingin tahu, apa itu?” tanya Si Mumi yang untuk pertama kali menunjukkan minatnya pada Si Badut.
“Sebelum Bosku mengakhiri nyawanya dia menjelaskan pada dokter itu, bahwa sebenarnya dia memang ingin ginjalnya diambil. Tapi bukan karena ingin mendonorkan ginjalnya. Yang sebenarnya diinginkannya adalah memakan ginjalnya sendiri.”
Mata Si Mumi terbelalak, lalu dia kembali meminum birnya.
“Lalu apakah Bosmu sekarang sudah memakan ginjalnya?” tanya Si Mumi
“Eh apa katamu?”
Si Mumi mengambil Revolvernya dan menodongkan ke kepala Si Badut.
“Akulah si dokter yang sialan dalam ceritamu itu!”
Bang, peluru sudah terlepas dan memecahkan kepala Si Badut. Orang-orang di sekitarnya hanya melihat pemandangan itu seperti kejadian yang sudah sangat biasa, lalu mereka kembali menjalankan kegiatannya kembali dan Si Mumi kita ini kembali tenggelam dalam birnya.
*Cerita ini terinspirasi dari sebuah tulisan di Blog nagasundani.blogsome.com
Ket:
1. Hidup adalah penyamaran
2. Sub Marcos adalah pemberontak Mexico yang membela hak-hak orang pribumi Mexico.


Responses

0 Respones to "[cerpen] Distrik tanpa Nomor"

Posting Komentar

 
Return to top of page Copyright © 2010 | 2012 - Lost Saga Template Copyright 2010-2012 MasihTertulis